
Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH), Komang Gede Subudi, menyayangkan penambangan galian C Karangasem dinilai belum mampu sejahterahkan masyarakat bumi lahar. Masih banyak masyarakat Karangasem memerlukan bantuan bedah rumah untuk rumah tangga miskin, lansia, dan disabilitas.
Padahal penambangan galian C Karangasem telah berlangsung selama puluhan tahun, bahkan selama pandemi Covid-19 sektor tersebut tetap berjalan. Namun pendapatan asli daerah (PAD) sepertinya tidak berimbang dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan aktivitas penambangan galian C.
“Apa sudah berimbang PAD Karangasem, mestinya berimbang sehingga alam dan lingkungan tetap terjaga serta masyarakat sejahtera,” kata Subudi kepada wartawan di Karangasem, Sabtu (5/12).
Sementara PAD Karangasem yang diperoleh terus menurun dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2015 target induk Rp205.273.392.704 realisasi Rp242.486.180.423,66 (118,13%). Pada tahun 2016, Rp233.609396.693 realisasi Rp232.602.570.475,18 (99,57%). Tahun 2017 Rp233.653.019.710 realisasi Rp198.575.563.249,22 (84,99%).
Tahun 2018 Rp234.000.000.000 realisasi Rp200.361.246.618,41 (85,62%). Tahun 2019 Rp276.362.654.811realisasi Rp233.012.598.183,73 (84,31%), dan target tahun 2020 Rp259.456.397.933.
Subudi pun meminta agar melalukan audit terhadap pemungutan restribusi galian C Karangasem sehingga publik mengetahui hasil secara tranparan. Untuk itu, kontrol yang minim atau ada unsur pembiaran itu terjadi, khawatir kerusakan lingkungan yang semakin parah dan masif.
Selain lingkungan rusak, infrastruktur juga rusak seperti jalan raya khususnya desa-desa daerah tempat penambangan maupun jalan yang dilalui kendaraan tambang galian C. Dipantau pula jalan banyak rusak, bahkan ada pelintasan jalan yang vital masyarakat untuk masyarakat, di Desa Bhuana Giri belum diperbaiki penuh. Jalan pelintasan tersebut kini terus putus setiap ada banjir Gunung Agung, sehingga masyarakat tidak bisa melintas.
“Kita berharap semoga secepatnya kerusakan lingkungan bisa dikembalikan lagi, hutan tetap ada sehingga sumber air terjaga,” ungkapnya. Demikian disampaikan karena dipantau kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang galian C yang tidak terkontrol memasuki lereng Gunung Agung di Karangasem. Lebih parah lagi, galian C Karangasem sudah masuk areal pertanian yang lahan produktif yang merugikan para petani.
Maka dari itu, aparat penegak hukum agar bertindak tegas tanpa tebang pilih dalam memberatas oknum-oknum perusak lingkungan. Penegakan hukum tersebut tidak terlepas dari kebijakan para pemimpinnya. Dengan demikian, pentingnya memilih pemimpin yang peduli, cinta dan komitmen menjaga lingkungan. Lingkungan merupakan aset yang paling berharga dalam menjaga citra pariwisata Bali dalam dunia internasional.
Sumber: atnews.id



